RELIGI

REFLEKSI PERJALANAN PETUGAS KESEHATAN HAJI INDONESIA (PETUGAS KLOTER)

Oleh : dr. H. Iwan A. Yusuf
(Petugas TKHI kloter tahun 1427H/2006M & 1428H/2007M)





“Hidmatul hujjaj syarafulana”. (Melayani jemaah haji adalah kemuliaan bagi saya). Itulah semboyan yang mempunyai makna besar bagi seorang petugas pelayan jemaah haji
Dalam perjalanan sebagai petugas haji, melayani jemaah haji merupakan prioritas utama. Dan ini merupakan tugas pokok dibandingkan dengan pelaksanaan ibadah haji untuk diri sendiri. Tetapi sebagai petugas haji janganlah berkecil hati. Apabila tugas pokok dilaksanakan dengan optimal, maka Insya Allah Ibadah Hajipun dapat dilaksanakan, karena pada dasarnya petugas kloter selalu menyertai calon jemaah haji, sehingga ketika calon jemaah haji melaksanakan rukun dan wajib haji maka Insya Allah petugaspun dapat  melaksanakannya bersama-sama dengan jemaah haji.
Keberadaan dan keterbatasan sebagai manusia biasa, dalam melaksanakan tugas mulia ini kita pasti akan berhadapan dengan berbagai macam tantangan dan cobaan, baik dari diri kita sendiri, sesama petugas, jemaah haji, dan lingkungan dimana kita bekerja.
Sebagai petugas kita dituntut untuk senantiasa siap melaksanakan tugas selama satu kali dua puluh empat jam. Oleh karena itu kita harus senantiasa menjaga kesehatan dan vitalitas kita. Terkadang muncul di benak kita untuk dapat senantiasa beribadah dan bertafakur di mesjid (Mesjidil Harram dan Mesjidil Nabawi) seperti halnya jemaah. Tetapi hal ini terkadang sulit kita lakukan karena keberadaan kita sebagai petugas. Insya Allah setiap gerak kita dalam bertugas dapat bernilai ibadah pada pandangan Allah SWT  Amin.
Petugas haji kloter merupakan gabungan dari lima orang petugas yang terdiri dari seorang TPIH (ketua kloter), seorang TPIHI (pembimbing ibadah), seorang TKHI dokter dan dua orang perawat. Kelompok ini haruslah senantiasa bahu membahu dalam melakukan pelayanan terhadap jemaah haji sesuai dengan tugas dan perannya masing-masing di dalam kloter. Saling menghargai dan saling memahami merupakan kunci solidnya kelompok ini.
Dengan jumlah jemaah haji sekitar kurang lebih tiga ratus dua puluh orang, kita ditantang bagaimana kita dapat memposisikan diri kita diantara sekian banyak calon jemaah haji yang secara otomatis mempunyai karakter yang beragam pula. Apalagi ditambah dengan ikut sertanya calon jemaah haji yang berasal dari daerah lain yang mempunyai kultur dan budaya yang berbeda dengan calon jemaah haji umumnya di dalam satu kloter.
Selain itu petugas kloter terhitung mulai bertugas sejak di embarkasi haji sampai di debarkasi haji sehingga interaksi antara patugas kloter dan calon jemaah hajipun terjadi seteleh berada di embarkasi dan ini dirasakan sangat singkat. Oleh karena itu, peran penyelenggara pelatihan manasik haji untuk dapat menghadirkan petugas kloter dan kesediaan petugas kloter untuk dapat hadir dan berinteraksi dengan calon jemaah haji pada saat pelatihan manasik haji dirasakan sangat bermanfaat.
Banyak manfaat yang didapatkan ketika interaksi antara calon jemaah haji dan petugas kloter terjalin sejak dalam tahapan pelatihan manasik haji, terutama di bidang kesehatan. Ketika ada waktu senggang calon jemaah haji mulai memberikan gambaran kondisi kesehatannya kepada petugas kesehatan, sehingga petugas kesehatan mendapatkan gambaran kondisi kesehatan calon jemaah haji lebih awal, dan dapat memberikan nasihat atau petunjuk-petunjuk yang dianggap penting kepada calon jemaah haji tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan, dan lebih daripada itu komunikasi dan rasa saling percaya dapat terbentuk. Ketika komunikasi dan rasa saling percaya terbentuk maka kapan saja dengan tidak segan-segan calon jemaah haji segera melaporkan keluhan tentang kesehatannya kepada petugas, sehingga hal ini dapat diselesaikan lebih dini.
Baitullah sebagai kiblat umat Islam berada di kota Makkah Negara Arab Saudi dengan kondisi alam dan lingkungan yang berbeda dengan Indonesia. Hal ini perlu kita cermati karena sangat mempengaruhi kondisi kesehatan kita yang tidak terbiasa dengan kondisi alam dan lingkungan tersebut. Kelembaban udara di Arab Saudi yang rendah ditambah dengan aktivitas kita yang tinggi dapat memudahkan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dan penurunan daya tahan tubuh bahkan timbulnya penyakit. Makan makanan yang bergizi dan sering minum merupakan solusi untuk mengatasi hal tersebut, disertai pemberian obat-obatan sebagai terapi sesuai dengan penyakit yang dialami.
Selain kondisi fisik jemaah haji, kondisi psikis jemaah haji perlu kita perhatikan. Pengalaman ke luar negeri, perubahan pola tidur yang disebabkan oleh perbedaan waktu antara Arab Saudi dengan di tanah air ( + 5 jam ), terpisah jauh dari keluarga, rutinitas kegiatan yang monoton yang berbeda dengan di tanah air, menu makanan yang berbeda dengan di tanah air  dapat mempengaruhi  kondisi psikis jemaah haji sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi jemaah haji. Penjelasan dan penyuluhan kesehatan serta pendekatan emosional dan spritual kepada jemaah haji sangat membantu mengatasi hal ini.
Begitu kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi oleh seorang petugas kesehatan kloter sehingga membina hubungan baik (silaturrahim) dengan siapapun harus dilakukan baik dengan jemaah haji, petugas ditingkat kloter, sektor bahkan daker serta senantiasa berdoa dan bertawakal kepada Allah SWT.
Semoga semua yang telah melaksanakan Ibadah Haji mendapatkan predikat Haji Mabrur. Dan semoga semua yang telah membantu terselenggaranya pelaksanaan Ibadah Haji baik secara langsung maupun tidak langsung mendapatkan kemudahan dalam segala urusannya serta mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT  Amin.